Srnras

Sesuai perkataannya semalam dichat, Jerren menjemput Clarine di kantornya, setelahnya mereka akan makan malam bersama.

“Clarine,” sahut Jerren

Clarine yang merasa terpanggil langsung mencari asal suara tersebut, terlihat Jerren berdiri disamping mobilnya sambil memasukan kedua tangannya ke kantung saku celananya, hari ini Jerren nampak tampan, sebenarnya tidak hanya hari ini, saat ia menjadi Jamal pun tetap tampan, apa lagi saat ini, menggunakan kemeja yang rapi, bagian tangan kemejanya dinaikkan sampai ke siku, rambutnya tertata dengan rapi yang menampilkan jidat indahnya itu.

Clarine berjalan menghampiri Jerren.

“Mau makan malam dimana?” Tanya Clarine.

“Ada deh, udah masuk dulu aja,” ucap Jerren sambil membukakan pintu mobil untuk Clarine.

“Cih sebel sok gentle.”

“Bukan sok gentle, ini namanya manner neng Clarine.”

Mendengar dirinya dipanggil neng, Clarine tersenyum, pintu mobil pun tertutup, tak lama Jerren sudah ada di kursi pengemudi.

“Kalau bosen nyalain musik aja, jam segini kan bubaran kantor jadi pasti macet.”

“Hm, gampang.”


Selama tadi diperjalanan mereka sangat berisik, karena ternyata selera musik mereka sama, jadi mereka malah melakukan carpool karaoke, ditambah kondisi jalanan di Bandung yang sangat macet sore itu.

“Udah sampe yuk turun.”

“Eh dimana nih? Nggak sadar dari tadi keasikan ngobrol sama nyanyi.”

“Ini di Dago atas, ayo masuk.”

Clarine dan Jerren memasuki sebuat resto di Dago atas, resto tersebut memiliki pemandangan yang indah berupa city light.

“Keren deh viewnya, suka,” ucap Clarine

“Aku sih tau kamu pasti suka.”

“Ih nyebelin deh sumpah.”

Ah iya, semenjak dimobil tadi mereka mengubah panggilan satu sama lain, berawal dari mang-neng, saya-kamu dan berakhir dengan aku-kamu, katanya biar nggak terlalu formal.

Mereka memilih meja yang berada di ujung, disamping dan belakang mereka benar-benar indah karena dipenuhi dengan lampu-lampu yang ada di kota Bandung.

“Kamu mau pesen apa?” Tanya Jerren

“Aku pasta aja, carbonara yaa, minumnya jus peach aja.”

“Loh kamu suka buah peach juga?”

“Iyaa, banget malah.”

“Hm hal baru nih, fyi aku juga suka banget buah peach.”

“Wow”

Setelah memesan makanan, mereka diminta untuk menunggu sekitar 25 menit sampai makanan siap.

“Aku nggak nyangka loh, kalau orang yang bakal dijodohin sama aku itu kamu,” kata Jerren.

“Aku juga nggak nyangka, aku udah nolak beberapa kali soal perjodohan ini, bunda sama ayah juga nggak pernah bilang aku mau dijodohin sama siapa, mereka cuma bilang anak temannya.”

“Tapi aku lebih kaget lagi waktu kamu setuju kalau kita dijodohin, jadi selama ini...?”

“Hm gimana yaa, jujur aku tuh suka sama mang Jamal, karena dia tuh lucu, selalu bikin aku ketawa, mood banget kalau chat sama mang Jamal walaupun nggak penting dan typingnya kaya jamet. Kamu sendiri gimana?”

“Sejak kamu langganan lumpia basah itu, aku mulai tertarik sih. Apa lagi waktu kamu bilang dichat soal nggak masalah pekerjaannya tukang lumpia basah yang pentingbkan halal cari uangnya, disitu aku makin yakin kayanya kamu orang yang tepat, sayangnya papi cuma kasih aku waktu tiga bulan dan dalam waktu tiga bulan itu aku belum bisa dapetin kamu, ternyata saat makan malam dan tau kalau kamu orang yang dijodohin sama aku, sebenernya aku seneng banget, akhirnya perjuangan aku jualan lumpia basah tuh nggak sia-sia.”

“Gitu yaa, pasti berat jadi kamu. Harus menjalani dua peran sekaligus dengan alasan supaya dapetin perempuan yang bener-bener tulus dan sayang sama kamu juga keluarga kamu. Aku juga seneng sih akhirnya dijodohin sama kamu, waktu kamu cerita soal perjodohan itu, jujur hatiku terasa mencelos, kaya ada sesuatu yang hilang, entah apa itu dan disitu pun aku masih berusaha denial, tapi akhirnya aku mengakui kalau aku suka sama kamu, lebih tepatnya sih mang Jamal hehehe.”

“Ya ampun Clarine, sama aja mang Jamal atau pun Jerren, mereka orang yang sama. Okay?”

“Iya-iya.”


Setelah selesai makan malam, Jerren langsung mengantar Clarine ke rumahnya.

“Jangan lupa nanti fitting dan cari cincin yaa.”

“Iyaa, nanti kamu chat aku aja bisanya hari apa.”

“Okaay, kalau gitu aku pulang dulu. Selamat istirahat neng Clarine.”

“Hati-hati dijalan Mang Jerren.”

Mereka berdua sama-sama tertawa mendengar panggilan satu sama lain barusan.

Jerren pun pergi dengan mobilnya dan Clarine bergegas memasuki rumahnya.

“Hhhhhh... Hari yang panjang,” ucap Clarine

-srnras

Sesuai perkataannya semalam dichat, Jerren menjemput Clarine di kantornya, setelahnya mereka akan makan malam bersama.

“Clarine,” sahut Jerren

Clarine yang merasa terpanggil langsung mencari asal suara tersebut, terlihat Jerren berdiri disamping mobilnya sambil memasukan kedua tangannya ke kantung saku celananya, hari ini Jerren nampak tampan, sebenarnya tidak hanya hari ini, saat ia menjadi Jamal pun tetap tampan, apa lagi saat ini, menggunakan kemeja yang rapi, bagian tangan kemejanya dinaikkan sampai ke siku, rambutnya tertata dengan rapi yang menampilkan jidat indahnya itu.

Clarine berjalan menghampiri Jerren.

“Mau makan malam dimana?” Tanya Clarine.

“Ada deh, udah masuk dulu aja,” ucap Jerren sambil membukakan pintu mobil untuk Clarine.

“Cih sebel sok gentle.”

“Bukan sok gentle, ini namanya manner neng Clarine.”

Mendengar dirinya dipanggil neng, Clarine tersenyum, pintu mobil pun tertutup, tak lama Jerren sudah ada di kursi pengemudi.

“Kalau bosen nyalain musik aja, jam segini kan bubaran kantor jadi pasti macet.”

“Hm, gampang.”


Selama tadi diperjalanan mereka sangat berisik, karena ternyata selera musik mereka sama, jadi mereka malah melakukan carpool karaoke, ditambah kondisi jalanan di Bandung yang sangat macet sore itu.

“Udah sampe yuk turun.”

“Eh dimana nih? Nggak sadar dari tadi keasikan ngobrol sama nyanyi.”

“Ini di Dago atas, ayo masuk.”

Clarine dan Jerren memasuki sebuat resto di Dago atas, resto tersebut memiliki pemandangan yang indah berupa city light.

“Keren deh viewnya, suka,” ucap Clarine

“Aku sih tau kamu pasti suka.”

“Ih nyebelin deh sumpah.”

Ah iya, semenjak dimobil tadi mereka mengubah panggilan satu sama lain, berawal dari mang-neng, saya-kamu dan berakhir dengan aku-kamu, katanya biar nggak terlalu formal.

Mereka memilih meja yang berada di ujung, disamping dan belakang mereka benar-benar indah karena dipenuhi dengan lampu-lampu yang ada di kota Bandung.

“Kamu mau pesen apa?” Tanya Jerren

“Aku pasta aja, carbonara yaa, minumnya jus peach aja.”

“Loh kamu suka buah peach juga?”

“Iyaa, banget malah.”

“Hm hal baru nih, fyi aku juga suka banget buah peach.”

“Wow”

Setelah memesan makanan, mereka diminta untuk menunggu sekitar 25 menit sampai makanan siap.

“Aku nggak nyangka loh, kalau orang yang bakal dijodohin sama aku itu kamu,” kata Jerren.

“Aku juga nggak nyangka, aku udah nolak beberapa kali soal perjodohan ini, bunda sama ayah juga nggak pernah bilang aku mau dijodohin sama siapa, mereka cuma bilang anak temannya.”

“Tapi aku lebih kaget lagi waktu kamu setuju kalau kita dijodohin, jadi selama ini...?”

“Hm gimana yaa, jujur aku tuh suka sama mang Jamal, karena dia tuh lucu, selalu bikin aku ketawa, mood banget kalau chat sama mang Jamal walaupun nggak penting dan typingnya kaya jamet. Kamu sendiri gimana?”

“Sejak kamu langganan lumpia basah itu, aku mulai tertarik sih. Apa lagi waktu kamu bilang dichat soal nggak masalah pekerjaannya tukang lumpia basah yang pentingbkan halal cari uangnya, disitu aku makin yakin kayanya kamu orang yang tepat, sayangnya papi cuma kasih aku waktu tiga bulan dan dalam waktu tiga bulan itu aku belum bisa dapetin kamu, ternyata saat makan malam dan tau kalau kamu orang yang dijodohin sama aku, sebenernya aku seneng banget, akhirnya perjuangan aku jualan lumpia basah tuh nggak sia-sia.”

“Gitu yaa, pasti berat jadi kamu. Harus menjalani dua peran sekaligus dengan alasan supaya dapetin perempuan yang bener-bener tulus dan sayang sama kamu juga keluarga kamu. Aku juga seneng sih akhirnya dijodohin sama kamu, waktu kamu cerita soal perjodohan itu, jujur hatiku terasa mencelos, kaya ada sesuatu yang hilang, entah apa itu dan disitu pun aku masih berusaha denial, tapi akhirnya aku mengakui kalau aku suka sama kamu, lebih tepatnya sih mang Jamal hehehe.”

“Ya ampun Clarine, sama aja mang Jamal atau pun Jerren, mereka orang yang sama. Okay?”

“Iya-iya.”


Setelah selesai makan malam, Jerren langsung mengantar Clarine ke rumahnya.

“Jangan lupa nanti fitting dan cari cincin yaa.”

“Iyaa, nanti kamu chat aku aja bisanya hari apa.”

“Okaay, kalau gitu aku pulang dulu. Selamat istirahat neng Clarine.”

“Hati-hati dijalan Mang Jerren.”

Mereka berdua sama-sama tertawa mendengar panggilan satu sama lain barusan.

Jerren pun pergi dengan mobilnya dan Clarine bergegas memasuki rumahnya.

“Hhhhhh... Hari yang panjang,” ucap Clarine

-srnras

Sesuai perkataannya semalam dichat, Jerren menjemput Clarine di kantornya, setelahnya mereka akan makan malam bersama.

“Clarine,” sahut Jerren

Clarine yang merasa terpanggil langsung mencari asal suara tersebut, terlihat Jerren berdiri disamping mobilnya sambil memasukan kedua tangannya ke kantung saku celananya, hari ini Jerren nampak tampan, sebenarnya tidak hanya hari ini, saat ia menjadi Jamal pun tetap tampan, apa lagi saat ini, menggunakan kemeja yang rapi, bagian tangan kemejanya dinaikkan sampai ke siku, rambutnya tertata dengan rapi yang menampilkan jidat indahnya itu.

Clarine berjalan menghampiri Jerren.

“Mau makan malam dimana?” Tanya Clarine.

“Ada deh, udah masuk dulu aja,” ucap Jerren sambil membukakan pintu mobil untuk Clarine.

“Cih sebel sok gentle.”

“Bukan sok gentle, ini namanya manner neng Clarine.”

Mendengar dirinya dipanggil neng, Clarine tersenyum, pintu mobil pun tertutup, tak lama Jerren sudah ada di kursi pengemudi.

“Kalau bosen nyalain musik aja, jam segini kan bubaran kantor jadi pasti macet.”

“Hm, gampang.”


Selama tadi diperjalanan mereka sangat berisik, karena ternyata selera musik mereka sama, jadi mereka malah melakukan carpool karaoke, ditambah kondisi jalanan di Bandung yang sangat macet sore itu.

“Udah sampe yuk turun.”

“Eh dimana nih? Nggak sadar dari tadi keasikan ngobrol sama nyanyi.”

“Ini di Dago atas, ayo masuk.”

Clarine dan Jerren memasuki sebuat resto di Dago atas, resto tersebut memiliki pemandangan yang indah berupa city light.

“Keren deh viewnya, suka,” ucap Clarine

“Aku sih tau kamu pasti suka.”

“Ih nyebelin deh sumpah.”

Ah iya, semenjak dimobil tadi mereka mengubah panggilan satu sama lain, berawal dari mang-neng, saya-kamu dan berakhir dengan aku-kamu, katanya biar nggak terlalu formal.

Mereka memilih meja yang berada di ujung, disamping dan belakang mereka benar-benar indah karena dipenuhi dengan lampu-lampu yang ada di kota Bandung.

“Kamu mau pesen apa?” Tanya Jerren

“Aku pasta aja, carbonara yaa, minumnya jus peach aja.”

“Loh kamu suka buah peach juga?”

“Iyaa, banget malah.”

“Hm hal baru nih, fyi aku juga suka banget buah peach.”

“Wow”

Setelah memesan makanan, mereka diminta untuk menunggu sekitar 25 menit sampai makanan siap.

“Aku nggak nyangka loh, kalau orang yang bakal dijodohin sama aku itu kamu,” kata Jerren.

“Aku juga nggak nyangka, aku udah nolak beberapa kali soal perjodohan ini, bunda sama ayah juga nggak pernah bilang aku mau dijodohin sama siapa, mereka cuma bilang anak temannya.”

“Tapi aku lebih kaget lagi waktu kamu setuju kalau kita dijodohin, jadi selama ini...?”

“Hm gimana yaa, jujur aku tuh suka sama mang Jamal, karena dia tuh lucu, selalu bikin aku ketawa, mood banget kalau chat sama mang Jamal walaupun nggak penting dan typingnya kaya jamet. Kamu sendiri gimana?”

“Sejak kamu langganan lumpia basah itu, aku mulai tertarik sih. Apa lagi waktu kamu bilang dichat soal nggak masalah pekerjaannya tukang lumpia basah yang pentingbkan halal cari uangnya, disitu aku makin yakin kayanya kamu orang yang tepat, sayangnya papi cuma kasih aku waktu tiga bulan dan dalam waktu tiga bulan itu aku belum bisa dapetin kamu, ternyata saat makan malam dan tau kalau kamu orang yang dijodohin sama aku, sebenernya aku seneng banget, akhirnya perjuangan aku jualan lumpia basah tuh nggak sia-sia.”

“Gitu yaa, pasti berat jadi kamu. Harus menjalani dua peran sekaligus dengan alasan supaya dapetin perempuan yang bener-bener tulus dan sayang sama kamu juga keluarga kamu. Aku juga seneng sih akhirnya dijodohin sama kamu, waktu kamu cerita soal perjodohan itu, jujur hatiku terasa mencelos, kaya ada sesuatu yang hilang, entah apa itu dan disitu pun aku masih berusaha denial, tapi akhirnya aku mengakui kalau aku suka sama kamu, lebih tepatnya sih mang Jamal hehehe.”

“Ya ampun Clarine, sama aja mang Jamal atau pun Jerren, mereka orang yang sama. Okay?”

“Iya-iya.”


Setelah selesai makan malam, Jerren langsung mengantar Clarine ke rumahnya.

“Jangan lupa nanti fitting dan cari cincin yaa.”

“Iyaa, nanti kamu chat aku aja bisanya hari apa.”

“Okaay, kalau gitu aku pulang dulu. Selamat istirahat neng Clarine.”

“Hati-hati dijalan Mang Jerren.”

Mereka berdua sama-sama tertawa mendengar panggilan satu sama lain barusan.

Jerren pun pergi dengan mobilnya dan Clarine bergegas memasuki rumahnya.

“Hhhhhh... Hari yang panjang,” ucap Clarine

-srnras

Clarine sampai di lobby hotel the Java, ia berjalan menuju lift karena lokasi makan malamnya ada di lantai 3, berdasarkan pesan bundanya, ruangan di restaurant lantai 3 itu adalah ruangan private.


“Pak Yovie saya minta maaf karena putri saya yang datang terlambat sehingga membuat pak Yovie dan keluarga menunggu,” ucap lelaki paruh baya itu

“Tidak apa-apa pak Juan, kami juga baru sampai.”

Tidak lama percakapan itu berakhir, terdengar suara pintu terbuka, orang yang membuka pintu tersebut adalah Clarine.

Melihat suasana diruangan itu yang cukup penuh ia merasa salah ruangan, namun lamunannya menghilang seketika ketika ia mendengar namanya yang disebutkan oleh seorang laki-laki.

“NENG CLARINE?” ucap lelaki itu, semua orang yang ada di ruangan itu menatap ke arah Jerren dan Clarine bergantian.

“Mang Jamal?” Suasana di ruangan itu seketika menjadi berubah.

“Loh Clarine apa maksud kamu? Laki-laki itu namanya Jerren bukan Jamal,” ucap bunda Clarine.

“Aaah gitu yaa, maaf,” jawab Clarine

“Ya sudah kalau gitu kita mulai saja makan malamnya, ayok nak Clarine duduk,” ucap Yovie (papinya Jerren)

Clarine mendudukan dirinya dikursi, perasaannya saat ini sangat campur aduk, apa maksud dari ini semua, ia bingung tapi juga merasa senang karena melihat lelaki yang dihadapannya itu.


Setelah semuanya selesai, pak Yovie akhirnya membuka pembicaraan.

“Nak Clarine mungkin kamu terkejut karena bunda nak Clarine mengajak makan malam secara tiba-tiba, sebenarnya saya dan ayah nak Clarine sudah berteman lama, kami satu kantor dan ayah nak Clarine adalah orang kepercayaan saya. Saya dan pak Juan sudah merencanakan ini semua sejak lama, sejak kami masih kuliah, kami berjanji jika suatu saat memiliki anak berpasangan, laki-laki dan perempuan maka akan kami jodohkan, itu lah alasan makan malam ini dilakukan.”

Semua orang tidak ada yang berbicara, suasana di ruang makan ini sangat hening dan serius.

“Benar apa yang pak Yovie bilang, Clar. Ayah dan pak Yovie sudah merencanakan ini sejak lama, dan orang yang akan dijodohkan dengan kamu itu nak Jerren.”

“Sebentar yah, Clarine bingung karena laki-laki ini mirip penjual lumpia basah langganan Clarine.”

“Mang Jamal? Kamu mang Jamal kan?” tanya Clarine kepada laki-laki yang ada dihadapannya.

“Iya neng Clarine.”

Clarine menghembuskan nafas panjang setelah mendengar jawaban dari laki-laki itu.

“Terus selama ini maksudnya apa? Kamu jualan lumpia basah?”

Jerren tidak langsung menjawab pertanyaan Clarine

“Om boleh kan Jerren sama Clarine keluar sebentar? Ada yang mau Jerren omongin sama Clarine,” ucap Jerren kepada ayahnya Clarine

“Boleh nak Jerren,” sahut pak Juan.


“Clarine, biar saya jelasin sekarang,” ucap Jerren

“Iya.”

“Jadi selama tiga bulan ini saya jualan lumpia basah itu karena saya mau cari calon istri, tapi saya nggak mau jadi Jerren yang biasanya, saya mau jadi orang yang biasa aja. Itu saya lakukan karena selama ini para wanita ingin dengan saya, hanya karena saya ini kaya, saya nggak mau punya istri yang seperti itu, makanya saya nyamar jadi penjual lumpia basah. Saya ingin dilihat sebagai orang biasa saja, saya nggak mau wanita yang saya cintai hanya mencintai harta saya saja, bukan saya atau pun keluarga saya. Saya nggak bermaksud menipu kamu,” jelas Jerren.

“Jadi nama kamu Jerren?”

“Iya Clarine, perkenalkan nama saya Jerren Bintara Suwandi anak dari pak Yovie Suwandi.”

“Terus waktu kamu menghilang seminggu lebih dan nggak jualan itu?”

“Ah iya, saya minta maaf soal itu, sebenarnya saya nggak sakit. Saya disuruh papi menggantikan beliau untuk mengurus perusahaan yang disini.”

“Jadi orang yang saya lihat di kantor saya waktu itu memang kamu?”

“Benar Clarine, maaf saya banyak membohongi kamu.”

Clarine terdiam mendengar ucapan Jerren, baginya semua ini terlalu tiba-tiba. Bahkan ia tidak pernah menyangka bahwa mang Jamal yang ia kenal adalah Jerren, walau pun jauh didalam hatinya ia merasa senang karena dijodohkan dengan pria yang ia suka, suka ya? Iya akhirnya Clarine mengakui bahwa dirinya jatuh cinta pada Jamal penjual lumpia basah, bukan Jerren yang ada dihadapannya.


Jerren dan Clarine kembali ke ruang makan sebelumnya.

“Gimana? Udah ngobrolnya?” Tanya Yovie

“Udah om,” Jawab Clarine

“Baik kalau gitu, Jerren dan Clarine kami sudah menetapkan tanggal untuk pernikahan kalian, itu akan dilaksanakan 1 bulan lagi. Saya rasa nggak perlu acara tunangan karena kalian juga terlihat sudah saling mengenal satu sama lain,” ucap Yovie.

“Gimana Jerren dan Clarine?”

“Jerren sih setuju aja pi,” ucap Jerren

“Clarine ngikut gimana baiknya aja om.”

“Baik kalau begitu semua sudah selesai yaa.”

Makan malam itu pun berakhir dengan hasil Jerren dan Clarine yang akan menikah satu bulan kemudian.

-srnras

Clarine sampai di lobby hotel the Java, ia berjalan menuju lift karena lokasi makan malamnya ada di lantai 3, berdasarkan pesan bundanya, ruangan di restaurant lantai 3 itu adalah ruangan private.


“Pak Yovie saya minta maaf karena putri saya yang datang terlambat sehingga membuat pak Yovie dan keluarga menunggu,” ucap lelaki paruh baya itu

“Tidak apa-apa pak Juan, kami juga baru sampai.”

Tidak lama percakapan itu berakhir, terdengar suara pintu terbuka, orang yang membuka pintu tersebut adalah Clarine.

Melihat suasana diruangan itu yang cukup penuh ia merasa salah ruangan, namun lamunannya menghilang seketika ketika ia mendengar namanya yang disebutkan oleh seorang laki-laki.

“NENG CLARINE?” ucap lelaki itu, semua orang yang ada di ruangan itu menatap ke arah Jerren dan Clarine bergantian.

“Mang Jamal?” Suasana di ruangan itu seketika menjadi berubah.

“Loh Clarine apa maksud kamu? Laki-laki itu namanya Jerren bukan Jamal,” ucap bunda Clarine.

“Aaah gitu yaa, maaf,” jawab Clarine

“Ya sudah kalau gitu kita mulai saja makan malamnya, ayok nak Clarine duduk,” ucap Yovie (papinya Jerren)

Clarine mendudukan dirinya dikursi, perasaannya saat ini sangat campur aduk, apa maksud dari ini semua, ia bingung tapi juga merasa senang karena melihat lelaki yang dihadapannya itu.


Setelah semuanya selesai, pak Yovie akhirnya membuka pembicaraan.

“Nak Clarine mungkin kamu terkejut karena bunda nak Clarine mengajak makan malam secara tiba-tiba, sebenarnya saya dan ayah nak Clarine sudah berteman lama, kami satu kantor dan ayah nak Clarine adalah orang kepercayaan saya. Saya dan pak Juan sudah merencanakan ini semua sejak lama, sejak kami masih kuliah, kami berjanji jika suatu saat memiliki anak berpasangan, laki-laki dan perempuan maka akan kami jodohkan, itu lah alasan makan malam ini dilakukan.”

Semua orang tidak ada yang berbicara, suasana di ruang makan ini sangat hening dan serius.

“Benar apa yang pak Yovie bilang, Clar. Ayah dan pak Yovie sudah merencanakan ini sejak lama, dan orang yang akan dijodohkan dengan kamu itu nak Jerren.”

“Sebentar yah, Clarine bingung karena laki-laki ini mirip penjual lumpia basah langganan Clarine.”

“Mang Jamal? Kamu mang Jamal kan?” tanya Clarine kepada laki-laki yang ada dihadapannya.

“Iya neng Clarine.”

Clarine menghembuskan nafas panjang setelah mendengar jawaban dari laki-laki itu.

“Terus selama ini maksudnya apa? Kamu jualan lumpia basah?”

Jerren tidak langsung menjawab pertanyaan Clarine

“Om boleh kan Jerren sama Clarine keluar sebentar? Ada yang mau Jerren omongin sama Clarine,” ucap Jerren kepada ayahnya Clarine

“Boleh nak Jerren,” sahut pak Juan.


“Clarine, biar saya jelasin sekarang,” ucap Jerren

“Iya.”

“Jadi selama tiga bulan ini saya jualan lumpia basah itu karena saya mau cari calon istri, tapi saya nggak mau jadi Jerren yang biasanya, saya mau jadi orang yang biasa aja. Itu saya lakukan karena selama ini para wanita ingin dengan saya, hanya karena saya ini kaya, saya nggak mau punya istri yang seperti itu, makanya saya nyamar jadi penjual lumpia basah. Saya ingin dilihat sebagai orang biasa saja, saya nggak mau wanita yang saya cintai hanya mencintai harta saya saja, bukan saya atau pun keluarga saya. Saya nggak bermaksud menipu kamu,” jelas Jerren.

“Jadi nama kamu Jerren?”

“Iya Clarine, perkenalkan nama saya Jerren Bintara Suwandi anak dari pak Yovie Suwandi.”

“Terus waktu kamu menghilang seminggu lebih dan nggak jualan itu?”

“Ah iya, saya minta maaf soal itu, sebenarnya saya nggak sakit. Saya disuruh papi menggantikan beliau untuk mengurus perusahaan yang disini.”

“Jadi orang yang saya lihat di kantor saya waktu itu memang kamu?”

“Benar Clarine, maaf saya banyak membohongi kamu.”

Clarine terdiam mendengar ucapan Jerren, baginya semua ini terlalu tiba-tiba. Bahkan ia tidak pernah menyangka bahwa mang Jamal yang ia kenal adalah Jerren, walau pun jauh didalam hatinya ia merasa senang karena dijodohkan dengan pria yang ia suka, suka ya? Iya akhirnya Clarine mengakui bahwa dirinya jatuh cinta pada Jamal penjual lumpia basah, bukan Jerren yang ada dihadapannya.


Jerren dan Clarine kembali ke ruang makan sebelumnya.

“Gimana? Udah ngobrolnya?” Tanya Yovie

“Udah om,” Jawab Clarine

“Baik kalau gitu, Jerren dan Clarine kami sudah menetapkan tanggal untuk pernikahan kalian, itu akan dilaksanakan 1 bulan lagi. Saya rasa nggak perlu acara tunangan karena kalian juga terlihat sudah saling mengenal satu sama lain,” ucap Yovie.

“Gimana Jerren dan Clarine?”

“Jerren sih setuju aja pi,” ucap Jerren

“Clarine ngikut gimana baiknya aja om.”

“Baik kalau begitu semua sudah selesai yaa.”

Makan malam itu pun berakhir dengan hasil Jerren dan Clarine yang akan menikah satu bulan kemudian.

-srnras

Sore ini setelah menyelesaikan pekerjaan kantornya, Clarine terlihat sangat terburu-buru, ia merapikan riasan diwajahnya sampai merapikan pakaiannya, padahal sepulangnya dari kantor ia hanya akan membeli lumpia basah saja, entah apa yang merasuki Clarine saat itu.


“Mang Jamal,” Sapa Clarine kepada penjual lumpia basah langganannya.

“Eh neng Clarine, calik heula atuh neng, punten nya nuju rame kieu aduh,” sahut penjual lumpia basah itu.

“Biar saya bantu aja mang.”

“Eh teu kedah atuh neng, ngarepotkeun, nanti teh baju neng Clarine jadi kotor.” (Eh gak usah neng, ngerepotin, nanti baju neng Clarine jadi kotor)

“Nggak apa-apa mang, bisa dicuci ini.”

Tanpa mendengar jawaban dari mang Jamal sang penjual, Clarine langsung membantu membungkus pesanan lumpia basah yang sudah siap. Puluhan bungkus terjual, uang yang didapat oleh mang Jamal pun sudah lebih dari cukup, hanya tersisa bahan untuk 1 porsi lumpia.

Neng udah duduk aja, aduh kasian pasti capek pulang ngantor teh malah ngebantuin saya jualan.”

Sok duduk neng, biar saya buatin dulu lumpianya. Kalau mau minum mah tuh minta ke si mang Aep aja, nanti saya bayar.”

“Eh gak apa-apa mang, biar saya aja yang bayar, kan saya yang minum.”

Clarine menghampiri penjual minuman itu, lalu membeli sebotol air mineral, ia lanjut duduk dan menanti lumpianya matang.

“Dimakan neng Clarine, nih lumpia spesialnya udah jadi.” Mang Jamal menyodorkan piring yang berisikan lumpia basah spesial, karena masih panas, asap pun mengepul dari piring tersebut.

“Awas panas neng.”

Clarine menerima piring itu, lalu mulai memakan lumpia basah buatan mang Jamal.

“Swaya nghak ngewti kehnaphah lhumphiha huatan hang hamal helalu enhak,” ucap Clarine, ucapannya tidak jelas karena mulutnya dipenuhi dengan lumpia basah yang masih panas itu. (Saya nggak ngerti, kenapa lumpia buatan mang Jamal selalu enak)

“Eh atuh neng masih panas itu teh, pelan-pelan jangan sambil ngomong, nanti keselek.”

Clarine hanya menganggukan kepalanya.

“Saya juga nggak tau atuh neng kenapa lumpia basah buatan saya teh diminati banyak orang, ya banyak yang bilang enak teh mungkin karena saya masaknya pake cinta dan kasih sayang mereun ya hehehehe.”

“Uhuk... Uhuk.. Uhukk..”

Setelah mendengar jawaban dari mang Jamal, Clarine langsung terbatuk-batuk.

“Eh neng kenapa bisa keselek gini, kata saya juga pelan-pelan makannya.” Mang jamal langsung membantu menepuk-nepuk bagian belakang Clarine agar lebih baik.

“Nih kalau udah lega minum dulu neng” Mang Jamal memberikan botol minum milik Claine.

“Makasih mang, saya cuma kaget aja sama jawaban mang Jamal hehehe.”


Setelah menyantap seporsi lumpia basah, Clarine dan mang Jamal asik berbincang.

“Oh iya mang, mang kemana aja lama nggak jualan? Sakitnya emang lama banget ya mang?”

“Engga neng, abis neng kirimin saya makanan teh besoknya saya udah enakan, terus saya ditelpon sama bapak saya, disuruh pulang ke rumah, makanya saya nggak bisa jualan neng

“Oh pulang kampung, kira saya mang Jamal sakitnya lama.”

Neng, kalau saya nggak jualan lagi gimana?” tanya Jamal tiba-tiba.

“Ya saya sedih, pelanggan lain juga pasti sedih mang, soalnya lumpia basah yang enak di Bandung jadi berkurang satu. Emang mang Jamal nggak akan jualan lagi?”

“Iya neng, duh saya teh sedih sebenernya mah nggak bisa jualan lagi, tapi da gimana atuh ya neng, bapak saya teh mau jodohin saya neng.”

Clarine cukup kaget mendengar ucapan dari mang Jamal, ternyata mang Jamal akan dijodohkan oleh orangtuanya, nasibnya hampir sama dengan dirinya.

Sebelumnya Clarine sempat berpikir “apa gue bawa aja ya mang Jamal ke depan bunda, biar dikira gue punya pacar dan nggak dijodohin, mang Jamal kan lumayan ganteng, kalau dipermak dikit pasti keliatan ganteng banget dan bunda bakal percaya.” Namun pikiran dan angan-angannya lenyap seketika setelah mendengar perkataan mang Jamal tadi.

“Yang sabar yaa mang, semoga apa yang dipilihkan oleh orangtua mang Jamal itu yang terbaik.”

“Iya neng nuhun yaa.” (Iya neng makasih yaa)

“Ya udah mang saya pulang dulu ya,” pamit Clarine.

“Eh iya sok neng hati-hati ya neng

Hari itu merupakan hari yang panjang bagi Clarine, sebelumnya ia sangat merasa bahagia akan bertemu dengan Jamal namun saat itu juga ia meresa ada sesuatu yang hilang dari dirinya, ia merasa sedih dan sedikit kecewa.

“Ya Allah apa saya naksir mang Jamal ya? Kok saya ngerasa sedih gini denger cerita mang Jamal tadi,” batinnya.

—srnras

Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, satu jam lagi ia harus pergi ke tempat jualannya mang Jamal, penjual lumpia basah langganan Clarine.

Clarine mengetahui lumpia basah mang Jamal saat ia sedang lari pagi di lapangan GASIBU, setelah lari biasanya ia merasa lapar dan mencari makanan untuk sarapannya, disitu lah awal mula Clarine menemukan lumpia basah mang Jamal yang rasanya sangat enak, dulu lumpia basah mang Jamal tidak seantri sekarang, namun sekarang jadi lebih ramai pembeli dan antri panjang, selain rasanya yang enak, sebenarnya kalau dilihat-lihat wajah mang Jamal juga lumayan tampan untuk ukuran mamang lumpia basah, mungkin itu juga menjadi daya tarik pembeli, karena penjualnya ganteng.

Setelah Clarine bersiap-siap, ia langsung mengeluarkan sepeda motor kesayangannya, kebetulan jarak rumahnya dan tempat mang Jamal berjualan itu tidak jauh, makanya ia lebih memilih menggunakan sepeda motornya.


Sesampainya disana, benar saja seperti yang mang Jamal bilang sudah sepi, mang Jamal sedang memasak pesanan terakhir karena ada satu orang yang sedang menunggu pesanannya didekat gerobak mang Jamal.

“Mang Jamal, gimana mang rame?”

“Eh neng Clarine, alhamdulillah neng udah mau habis.”

Neng tunggu sebentar atuh, duduk dulu neng. Biar saya buatkan dulu lumpia spesialnya.”

Mendengar perkataan mang Jamal, Clarine langsung duduk dibangku yang sudah disiapkan oleh mang Jamal.

“Nih neng Clarine udah jadi lumpianya, spesial buat neng Clarine, sok atuh dimakan neng,” ucap mang Jamal sambil memberikan satu porsi lumpia basah buatannya.

“Duh makasih mang Jamal, jadi nggak enak gini saya makan gratis hehehe.”

Teu nanaon atuh neng, da neng teh udah bantuin promosi dagangan saya, jadi makin rame sekarang mah euy.”

(Nggak apa-apa neng, soalnya neng udah bantuin promosi dagangan saya, jadi makin rame sekarang)

“Dimakan yaa mang.” Clarine mulai memakan lumpia basahnya.

“Mang udah jualan berapa tahun?” Tanya Clarine.

“Saya mah belum lama neng, waktu pertama kali neng kesini itu teh saya baru seminggu jualan, masih sepi neng dulu mah.”

“Oh berarti baru sekitar dua bulanan yaa mang, syukur deh sekarang udah rame.”

“Iya neng sekarang mah alhamdulillah pisan atuh, ngantri terus yang beli teh. Ditambah neng Clarine promosi ditwitter, aduh jadi makin rame dagangan saya.”

“Eh iya, mang kok bisa punya twitter?”

“Itu teh neng saya diajarin sama keponakan saya, katanya bisa promosi disitu teh, pake apa ya yang mejik-mejik itu neng.”

“Oh twitter please do your magic, iya sih mang sekarang suka banyak yang pake itu entah untuk jualannya, bantu orang yang sakit, cari orang yang hilang juga bisa mang.”

“Oh gitu neng, saya mah atuh da nggak ngerti neng main twitter teh. Itu juga diajarin ponakan.”

“Mang Jamal follow saya atuh, nanti saya follback terus bisa saya bantu promosiin lagi.”

Cik sok atuh sama neng Clarine aja, saya mah nggak ngerti.” Mang Jamal menyodorkan ponselnya ke Clarine.

(Coba sama neng Clarine aja, mang nggak ngerti)

“Nih mang udah saya follow back akun mang Jamal.” Clarine menunjukkan layar ponselnya ke mang Jamal, lalu memberikan ponsel mang Jamal kembali.

Nuhun atuh neng, neng jangan bosen ya beli lumpianya saya.”

(Makasih neng, neng jangan bosen ya beli lumpianya saya)

“Nggak atuh mang, soalnya lumpia buatan mang Jamal teh emang enak banget makanya saya suka. Mang saya pamit duluan ya, udah mau maghrib nih, makasih lumpia gratisnya mang, semoga semakin laris.” Pamit Clarine

“Iya sok atuh neng hati-hati ya, jangan ngebut neng bisi jatoh nanti, sakitnya mah nggak seberapa tapi malunya yaa neng, tapi kalau nanti jatoh mah pura-pura weh push up dijalan hehehehe.”

(Iya neng, hati-hati ya, jangan ngebut neng takutnya jatoh nanti, sakitnya nggak seberapa tapi malunya yaa neng, tapi kalau nanti jatoh pura-pura push up aja dijalan hehehehe)

“Si mang mah bisa aja hahaha, ya udah saya pamit ya mang.” Clarine langsung menghampiri sepeda motornya, lalu bersiap untuk pulang.

“Makasih mang Jamal.”

“Ya neng sok hati-hati.”

—srnras

Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, satu jam lagi ia harus pergi ke tempat jualannya mang Jamal, penjual lumpia basah langganan Clarine.

Clarine mengetahui lumpia basah mang Jamal saat ia sedang lari pagi di lapangan GASIBU, setelah lari biasanya ia merasa lapar dan mencari makanan untuk sarapannya, disitu lah awal mula Clarine menemukan lumpia basah mang Jamal yang rasanya sangat enak, dulu lumpia basah mang Jamal tidak seantri sekarang, namun sekarang jadi lebih ramai pembeli dan antri panjang, selain rasanya yang enak, sebenarnya kalau dilihat-lihat wajah mang Jamal juga lumayan tampan untuk ukuran mamang lumpia basah, mungkin itu juga menjadi daya tarik pembeli, karena penjualnya ganteng.

Setelah Clarine bersiap-siap, ia langsung mengeluarkan sepeda motor kesayangannya, kebetulan jarak rumahnya dan tempat mang Jamal berjualan itu tidak jauh, makanya ia lebih memilih menggunakan sepeda motornya.


Sesampainya disana, benar saja seperti yang mang Jamal bilang sudah sepi, mang Jamal sedang memasak pesanan terakhir karena ada satu orang yang sedang menunggu pesanannya didekat gerobak mang Jamal.

“Mang Jamal, gimana mang rame?”

“Eh neng Clarine, alhamdulillah neng udah mau habis.”

Neng tunggu sebentar atuh, duduk dulu neng. Biar saya buatkan dulu lumpia spesialnya.”

Mendengar perkataan mang Jamal, Clarine langsung duduk dibangku yang sudah disiapkan oleh mang Jamal.

“Nih neng Clarine udah jadi lumpianya, spesial buat neng Clarine, sok atuh dimakan neng,” ucap mang Jamal sambil memberikan satu porsi lumpia basah buatannya.

“Duh makasih mang Jamal, jadi nggak enak gini saya makan gratis hehehe.”

Teu nanaon atuh neng, da neng teh udah bantuin promosi dagangan saya, jadi makin rame sekarang mah euy.” (Nggak apa-apa neng, soalnya neng udah bantuin promosi dagangan saya, jadi makin rame sekarang)

“Dimakan yaa mang.” Clarine mulai memakan lumpia basahnya.

“Mang udah jualan berapa tahun?” Tanya Clarine.

“Saya mah belum lama neng, waktu pertama kali neng kesini itu teh saya baru seminggu jualan, masih sepi neng dulu mah.”

“Oh berarti baru sekitar dua bulanan yaa mang, syukur deh sekarang udah rame.”

“Iya neng sekarang mah alhamdulillah pisan atuh, ngantri terus yang beli teh. Ditambah neng Clarine promosi ditwitter, aduh jadi makin rame dagangan saya.”

“Eh iya, mang kok bisa punya twitter?”

“Itu teh neng saya diajarin sama keponakan saya, katanya bisa promosi disitu teh, pake apa ya yang mejik-mejik itu neng.”

“Oh twitter please do your magic, iya sih mang sekarang suka banyak yang pake itu entah untuk jualannya, bantu orang yang sakit, cari orang yang hilang juga bisa mang.”

“Oh gitu neng, saya mah atuh da nggak ngerti neng main twitter teh. Itu juga diajarin ponakan.”

“Mang Jamal follow saya atuh, nanti saya follback terus bisa saya bantu promosiin lagi.”

Cik sok atuh sama neng Clarine aja, saya mah nggak ngerti.” Mang Jamal menyodorkan ponselnya ke Clarine. (Coba sama neng Clarine aja, mang nggak ngerti)

“Nih mang udah saya follow back akun mang Jamal.” Clarine menunjukkan layar ponselnya ke mang Jamal, lalu memberikan ponsel mang Jamal kembali.

Nuhun atuh neng, neng jangan bosen ya beli lumpianya saya.” (Makasih neng, neng jangan bosen ya beli lumpianya saya)

“Nggak atuh mang, soalnya lumpia buatan mang Jamal teh emang enak banget makanya saya suka. Mang saya pamit duluan ya, udah mau maghrib nih, makasih lumpia gratisnya mang, semoga semakin laris.” Pamit Clarine

“Iya sok atuh neng hati-hati ya, jangan ngebut neng bisi jatoh nanti, sakitnya mah nggak seberapa tapi malunya yaa neng, tapi kalau nanti jatoh mah pura-pura weh push up dijalan hehehehe.” (Iya neng, hati-hati ya, jangan ngebut neng takutnya jatoh nanti, sakitnya nggak seberapa tapi malunya yaa neng, tapi kalau nanti jatoh pura-pura push up aja dijalan hehehehe)

“Si mang mah bisa aja hahaha, ya udah saya pamit ya mang.” Clarine langsung menghampiri sepeda motornya, lalu bersiap untuk pulang.

“Makasih mang Jamal.”

“Ya neng sok hati-hati.”

—srnras

Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, satu jam lagi ia harus pergi ke tempat jualannya mang Jamal, penjual lumpia basah langganan Clarine.

Clarine mengetahui lumpia basah mang Jamal saat ia sedang lari pagi di lapangan GASIBU, setelah lari biasanya ia merasa lapar dan mencari makanan untuk sarapannya, disitu lah awal mula Clarine menemukan lumpia basah mang Jamal yang rasanya sangat enak, dulu lumpia basah mang Jamal tidak seantri sekarang, namun sekarang jadi lebih ramai pembeli dan antri panjang, selain rasanya yang enak, sebenarnya kalau dilihat-lihat wajah mang Jamal juga lumayan tampan untuk ukuran mamang lumpia basah, mungkin itu juga menjadi daya tarik pembeli, karena penjualnya ganteng.

Setelah Clarine bersiap-siap, ia langsung mengeluarkan sepeda motor kesayangannya, kebetulan jarak rumahnya dan tempat mang Jamal berjualan itu tidak jauh, makanya ia lebih memilih menggunakan sepeda motornya.


Sesampainya disana, benar saja seperti yang mang Jamal bilang sudah sepi, mang Jamal sedang memasak pesanan terakhir karena ada satu orang yang sedang menunggu pesanannya didekat gerobak mang Jamal.

“Mang Jamal, gimana mang rame?”

“Eh neng Clarine, alhamdulillah neng udah mau habis.”

Neng tunggu sebentar atuh, duduk dulu neng. Biar saya buatkan dulu lumpia spesialnya.”

Mendengar perkataan mang Jamal, Clarine langsung duduk dibangku yang sudah disiapkan oleh mang Jamal.

“Nih neng Clarine udah jadi lumpianya, spesial buat neng Clarine, sok atuh dimakan neng,” ucap mang Jamal sambil memberikan satu porsi lumpia basah buatannya.

“Duh makasih mang Jamal, jadi nggak enak gini saya makan gratis hehehe.”

Teu nanaon atuh neng, da neng teh udah bantuin promosi dagangan saya, jadi makin rame sekarang mah euy.” (Nggak apa-apa neng, soalnya neng udah bantuin promosi dagangan saya, jadi makin rame sekarang)

“Dimakan yaa mang.” Clarine mulai memakan lumpia basahnya.

“Mang udah jualan berapa tahun?” Tanya Clarine.

“Saya mah belum lama neng, waktu pertama kali neng kesini itu teh saya baru seminggu jualan, masih sepi neng dulu mah.”

“Oh berarti baru sekitar dua bulanan yaa mang, syukur deh sekarang udah rame.”

“Iya neng sekarang mah alhamdulillah pisan atuh, ngantri terus yang beli teh. Ditambah neng Clarine promosi ditwitter, aduh jadi makin rame dagangan saya.”

“Eh iya, mang kok bisa punya twitter?”

“Itu teh neng saya diajarin sama keponakan saya, katanya bisa promosi disitu teh, pake apa ya yang mejik-mejik itu neng.”

“Oh twitter please do your magic, iya sih mang sekarang suka banyak yang pake itu entah untuk jualannya, bantu orang yang sakit, cari orang yang hilang juga bisa mang.”

“Oh gitu neng, saya mah atuh da nggak ngerti neng main twitter teh. Itu juga diajarin ponakan.”

“Mang Jamal follow saya atuh, nanti saya follback terus bisa saya bantu promosiin lagi.”

Cik sok atuh sama neng Clarine aja, saya mah nggak ngerti.” Mang Jamal menyodorkan ponselnya ke Clarine. (Coba sama neng Clarine aja, mang nggak ngerti)

“Nih mang udah saya follow back akun mang Jamal.” Clarine menunjukkan layar ponselnya ke mang Jamal, lalu memberikan ponsel mang Jamal kembali.

Nuhun atuh neng, neng jangan bosen ya beli lumpianya saya.” (Makasih neng, neng jangan bosen ya beli lumpianya saya)

“Nggak atuh mang, soalnya lumpia buatan mang Jamal teh emang enak banget makanya saya suka. Mang saya pamit duluan ya, udah mau maghrib nih, makasih lumpia gratisnya mang, semoga semakin laris.” Pamit Clarine

“Iya sok atuh neng hati-hati ya, jangan ngebut neng bisi jatoh nanti, sakitnya mah nggak seberapa tapi malunya yaa neng, tapi kalau nanti jatoh mah pura-pura weh push up dijalan hehehehe.” (Iya neng, hati-hati ya, jangan ngebut neng takutnya jatoh nanti, sakitnya nggak seberapa tapi malunya yaa neng, tapi kalau nanti jatoh pura-pura push up aja dijalan hehehehe.”

“Si mang mah bisa aja hahaha, ya udah saya pamit ya mang.” Clarine langsung menghampiri sepeda motornya, lalu bersiap untuk pulang.

“Makasih mang Jamal.”

“Ya neng sok hati-hati.”

Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, satu jam lagi ia harus pergi ke tempat jualannya mang Jamal, penjual lumpia basah langganan Clarine.

Clarine mengetahui lumpia basah mang Jamal saat ia sedang lari pagi di lapangan GASIBU, setelah lari biasanya ia merasa lapar dan mencari makanan untuk sarapannya, disitu lah awal mula Clarine menemukan lumpia basah mang Jamal yang rasanya sangat enak, dulu lumpia basah mang Jamal tidak seantri sekarang, namun sekarang jadi lebih ramai pembeli dan antri panjang, selain rasanya yang enak, sebenarnya kalau dilihat-lihat wajah mang Jamal juga lumayan tampan untuk ukuran mamang lumpia basah, mungkin itu juga menjadi daya tarik pembeli, karena penjualnya ganteng.

Setelah Clarine bersiap-siap, ia langsung mengeluarkan sepeda motor kesayangannya, kebetulan jarak rumahnya dan tempat mang Jamal berjualan itu tidak jauh, makanya ia lebih memilih menggunakan sepeda motornya.


Sesampainya disana, benar saja seperti yang mang Jamal bilang sudah sepi, mang Jamal sedang memasak pesanan terakhir karena ada satu orang yang sedang menunggu pesanannya didekat gerobak mang Jamal.

“Mang Jamal, gimana mang rame?”

“Eh neng Clarine, alhamdulillah neng udah mau habis.”

Neng tunggu sebentar atuh, duduk dulu neng. Biar saya buatkan dulu lumpia spesialnya.”

Mendengar perkataan mang Jamal, Clarine langsung duduk dibangku yang sudah disiapkan oleh mang Jamal.

“Nih neng Clarine udah jadi lumpianya, spesial buat neng Clarine, sok atuh dimakan neng,” ucap mang Jamal sambil memberikan satu porsi lumpia basah buatannya.

“Duh makasih mang Jamal, jadi nggak enak gini saya makan gratis hehehe.”

Teu nanaon atuh neng, da neng teh udah bantuin promosi dagangan saya, jadi makin rame sekarang mah euy.” (Nggak apa-apa neng, soalnya neng udah bantuin promosi dagangan saya, jadi makin rame sekarang)

“Dimakan yaa mang.” Clarine mulai memakan lumpia basahnya.

“Mang udah jualan berapa tahun?” Tanya Clarine.

“Saya mah belum lama neng, waktu pertama kali neng kesini itu teh saya baru seminggu jualan, masih sepi neng dulu mah.”

“Oh berarti baru sekitar dua bulanan yaa mang, syukur deh sekarang udah rame.”

“Iya neng sekarang mah alhamdulillah pisan atuh, ngantri terus yang beli teh. Ditambah neng Clarine promosi ditwitter, aduh jadi makin rame dagangan saya.”

“Eh iya, mang kok bisa punya twitter?”

“Itu teh neng saya diajarin sama keponakan saya, katanya bisa promosi disitu teh, pake apa ya yang mejik-mejik itu neng.”

“Oh twitter please do your magic, iya sih mang sekarang suka banyak yang pake itu entah untuk jualannya, bantu orang yang sakit, cari orang yang hilang juga bisa mang.”

“Oh gitu neng, saya mah atuh da nggak ngerti neng main twitter teh. Itu juga diajarin ponakan.”

“Mang Jamal follow saya atuh, nanti saya follback terus bisa saya bantu promosiin lagi.”

Cik sok atuh sama neng Clarine aja, saya mah nggak ngerti.” Mang Jamal menyodorkan ponselnya ke Clarine. (Coba sama neng Clarine aja, mang nggak ngerti)

“Nih mang udah saya follow back akun mang Jamal.” Clarine menunjukkan layar ponselnya ke mang Jamal, lalu memberikan ponsel mang Jamal kembali.

Nuhun atuh neng, neng jangan bosen ya beli lumpianya saya.” (Makasih neng, neng jangan bosen ya beli lumpianya saya)

“Nggak atuh mang, soalnya lumpia buatan mang Jamal teh emang enak banget makanya saya suka. Mang saya pamit duluan ya, udah mau maghrib nih, makasih lumpia gratisnya mang, semoga semakin laris.” Pamit Clarine

“Iya sok atuh neng hati-hati ya, jangan ngebut neng bisi jatoh nanti, sakitnya mah nggak seberapa tapi malunya yaa neng, tapi kalau nanti jatoh mah pura-pura *weh push up dijalan hehehehe.” (Iya neng, hati-hati ya, jangan ngebut neng takutnya jatoh nanti, sakitnya nggak seberapa tapi malunya yaa neng, tapi kalau nanti jatoh pura-pura push up aja dijalan hehehehe.”

“Si mang mah bisa aja hahaha, ya udah saya pamit ya mang.” Clarine langsung menghampiri sepeda motornya, lalu bersiap untuk pulang.

“Makasih mang Jamal.”

“Ya neng sok hati-hati.”