Dinner dan Jerren

Sesuai perkataannya semalam dichat, Jerren menjemput Clarine di kantornya, setelahnya mereka akan makan malam bersama.

“Clarine,” sahut Jerren

Clarine yang merasa terpanggil langsung mencari asal suara tersebut, terlihat Jerren berdiri disamping mobilnya sambil memasukan kedua tangannya ke kantung saku celananya, hari ini Jerren nampak tampan, sebenarnya tidak hanya hari ini, saat ia menjadi Jamal pun tetap tampan, apa lagi saat ini, menggunakan kemeja yang rapi, bagian tangan kemejanya dinaikkan sampai ke siku, rambutnya tertata dengan rapi yang menampilkan jidat indahnya itu.

Clarine berjalan menghampiri Jerren.

“Mau makan malam dimana?” Tanya Clarine.

“Ada deh, udah masuk dulu aja,” ucap Jerren sambil membukakan pintu mobil untuk Clarine.

“Cih sebel sok gentle.”

“Bukan sok gentle, ini namanya manner neng Clarine.”

Mendengar dirinya dipanggil neng, Clarine tersenyum, pintu mobil pun tertutup, tak lama Jerren sudah ada di kursi pengemudi.

“Kalau bosen nyalain musik aja, jam segini kan bubaran kantor jadi pasti macet.”

“Hm, gampang.”


Selama tadi diperjalanan mereka sangat berisik, karena ternyata selera musik mereka sama, jadi mereka malah melakukan carpool karaoke, ditambah kondisi jalanan di Bandung yang sangat macet sore itu.

“Udah sampe yuk turun.”

“Eh dimana nih? Nggak sadar dari tadi keasikan ngobrol sama nyanyi.”

“Ini di Dago atas, ayo masuk.”

Clarine dan Jerren memasuki sebuat resto di Dago atas, resto tersebut memiliki pemandangan yang indah berupa city light.

“Keren deh viewnya, suka,” ucap Clarine

“Aku sih tau kamu pasti suka.”

“Ih nyebelin deh sumpah.”

Ah iya, semenjak dimobil tadi mereka mengubah panggilan satu sama lain, berawal dari mang-neng, saya-kamu dan berakhir dengan aku-kamu, katanya biar nggak terlalu formal.

Mereka memilih meja yang berada di ujung, disamping dan belakang mereka benar-benar indah karena dipenuhi dengan lampu-lampu yang ada di kota Bandung.

“Kamu mau pesen apa?” Tanya Jerren

“Aku pasta aja, carbonara yaa, minumnya jus peach aja.”

“Loh kamu suka buah peach juga?”

“Iyaa, banget malah.”

“Hm hal baru nih, fyi aku juga suka banget buah peach.”

“Wow”

Setelah memesan makanan, mereka diminta untuk menunggu sekitar 25 menit sampai makanan siap.

“Aku nggak nyangka loh, kalau orang yang bakal dijodohin sama aku itu kamu,” kata Jerren.

“Aku juga nggak nyangka, aku udah nolak beberapa kali soal perjodohan ini, bunda sama ayah juga nggak pernah bilang aku mau dijodohin sama siapa, mereka cuma bilang anak temannya.”

“Tapi aku lebih kaget lagi waktu kamu setuju kalau kita dijodohin, jadi selama ini...?”

“Hm gimana yaa, jujur aku tuh suka sama mang Jamal, karena dia tuh lucu, selalu bikin aku ketawa, mood banget kalau chat sama mang Jamal walaupun nggak penting dan typingnya kaya jamet. Kamu sendiri gimana?”

“Sejak kamu langganan lumpia basah itu, aku mulai tertarik sih. Apa lagi waktu kamu bilang dichat soal nggak masalah pekerjaannya tukang lumpia basah yang pentingbkan halal cari uangnya, disitu aku makin yakin kayanya kamu orang yang tepat, sayangnya papi cuma kasih aku waktu tiga bulan dan dalam waktu tiga bulan itu aku belum bisa dapetin kamu, ternyata saat makan malam dan tau kalau kamu orang yang dijodohin sama aku, sebenernya aku seneng banget, akhirnya perjuangan aku jualan lumpia basah tuh nggak sia-sia.”

“Gitu yaa, pasti berat jadi kamu. Harus menjalani dua peran sekaligus dengan alasan supaya dapetin perempuan yang bener-bener tulus dan sayang sama kamu juga keluarga kamu. Aku juga seneng sih akhirnya dijodohin sama kamu, waktu kamu cerita soal perjodohan itu, jujur hatiku terasa mencelos, kaya ada sesuatu yang hilang, entah apa itu dan disitu pun aku masih berusaha denial, tapi akhirnya aku mengakui kalau aku suka sama kamu, lebih tepatnya sih mang Jamal hehehe.”

“Ya ampun Clarine, sama aja mang Jamal atau pun Jerren, mereka orang yang sama. Okay?”

“Iya-iya.”


Setelah selesai makan malam, Jerren langsung mengantar Clarine ke rumahnya.

“Jangan lupa nanti fitting dan cari cincin yaa.”

“Iyaa, nanti kamu chat aku aja bisanya hari apa.”

“Okaay, kalau gitu aku pulang dulu. Selamat istirahat neng Clarine.”

“Hati-hati dijalan Mang Jerren.”

Mereka berdua sama-sama tertawa mendengar panggilan satu sama lain barusan.

Jerren pun pergi dengan mobilnya dan Clarine bergegas memasuki rumahnya.

“Hhhhhh... Hari yang panjang,” ucap Clarine

-srnras